Rabu, 04 Februari 2015

Selamat ulangtahun sahabat dalam kenangan



Seharusnya, aku mengirimkan surat ini tanggal 3 februari kemarin.

Pagi itu, aku membuka akun facebook ku, dan aku melihat ada notifikasi. Saat ku buka, ternyata itu adalah peringatan bahwa hari itu, 3 februari adalah hari ulangtahun salah satu sahabat ku, ovinda runika.
Ahh, kenapa aku bisa lupa.

Teruntuk sahabat yang kini hidup dalam kenangan.
Ovinda runika, atau biasa di panggil Ocha.
Hai cha, selamat ulangtahun.
Seharusnya, jika kau masih disini, ini adalah hari bahagiamu, akan kubelikan kue sederhana dan sepasang lilin dengan angka 22. Dan aku akan menyuruhmu untuk berdoa terlebih dahulu sebelum meniupnya.
Tapi, sayangnya itu tak bisa aku lakukan, aku hanya bisa menghayalkan nya.
Yang bisa ku lakukan hanya memasang foto berdua dengan mu yang di ambil melalui handphone mu dan kamu kirimkan saat kamu kangen sama aku. Iya, waktu itu kamu bilang bahwa kamu merindukanku karena hubungan persahabatan kita sedang tidak baik.
Aku hanya memakai foto kita sebagai display picture akun BBM ku dan menuliskan ucapan seolah kamu masih bisa membaca nya.

Tidak terasa ya cha, desember tahun kemarin, genap 3 tahun kamu pergi. 

Dan hal yang paling membuat aku menyesali semuanya adalah karena kamu pergi saat hubungan persahabatan kita sedang tidak baik karena ulahku.
Maaf ya  cha.
Sungguh, sesal itu masih terasa hingga saat ini.
Padahal aku tahu cha, waktu itu kamu benar-benar Cuma butuh seorang teman untuk berbagi, tapi aku dengan bodohnya malah memilih menghindarimu.
Cha, bagaimana kehidupan disana ? kenapa kamu tak pernah mau mampir ke mimpiku, sedangkan beberapa teman-teman yang lain pernah kau singgahi mimpi mereka. Masih marahkah kamu sama aku ?
Cha, mungkin disana kamu tak perlu merasakan sakit akibat penyakitmu itu lagi. Mungkin kamu disana bisa dengan bebas memakan apapun makanan yang kau suka, yang setelah kamu di vonis mengidap penyakit itu, tak bisa kamu nikmati lagi. Mungkin kamu disana tidak perlu menangis lagi karena dikhianati oleh orang-orang yang kamu cintai.
Aku yakin, kamu sekarang sudah bahagia, mendapat tempat terindah di sisiNya.

Sekali lagi, selamat ulangtahun sahabatku, walau ragamu sudah tak ada, tapi kamu akan selalu hidup di dalam kenangan ku.

Miss you,cha.

Senin, 02 Februari 2015

Sedih ? Iya..

Pernah ngerasain, berada di tengah2 sekelompok teman yang semua nya udah punya pasangan, sedangkan kamu sendiri belum ?
Sedih, nggak ?
Kalau kamu jawab enggak, wah aku rasa kamu manusia paling pandai nyembunyiin sesuatu.
Karena pada kenyataan nya, kamu pasti akan merasa sedih.
Saat orang-orang di sekitarmu sudah punya seseorang yang bakal jemput mereka di rumah, sedangkan kamu, harus usaha pergi sendiri atau di anterin ortu maupun sodara.
Bukan soal ada yang anter-jemput aja sih.
Saat kamu ngumpul ama mereka, dan mereka sibuk ambil foto dengan pose "berdua" sedangkan kamu, cuma sendiri.
Saat makan, ketika ada makanan yang gak sengaja nempel di bibir atau pipi mereka, ada yang nge-lapin, sedangkan gak ada yang peduli mau ada atau enggak sesuatu di bibir atau pipimu.
Masih tetep ngejawab kalau kamu gak sedih ?
Oke.
Saat nyebrang jalan, kalau mereka yang punya pasangan, pasangan mereka akan dengan sendirinya megangin tangan mereka, semacam nuntun mereka agar ngikutin jalan yang mereka yakini bakal bikin mereka selamat.
Saat bepergian, dan pada saat itu pasangan mereka gak ikut, saat sampai ke tempat yang di tuju, mereka mau pun pasangan mereka bakal nelpon buat mastiin kalo mereka sampai dengan selamat.
Dan masih banyak lagi hal-hal yang mereka lakukan yang akan dengan sendiri nya membuat aku merasa sedih.
Seperti hari ini, salah satu teman baikku menikah, dan sudah sejak jauh hari kami memutuskan untuk memakai baju samaan, dan tentu saja, mereka yang mempunyai pasangan juga ikut membelikan baju untuk pasangan mereka, sedangkan aku ?
Aku juga "ikut" membelikan baju untuk seorang cowok, urusan siapa yang akan memakai nya, aku pun tak tahu. Karena yang ada di pikiran ku saat itu, mungkin nanti aku akan mendapatkan pacar, jadi gak ada salah nya kan beli dulu ?
Tapi, kenyataan nya, aku belum mendapatkan seorang pacar sampai hari pernikahan teman ku, aku sempat mikir untuk mengurungkan niat ku untuk menghadiri hari bahagia nya, karena aku tidak mau rasa iri ku semakin menjadi ketika berada di tengah-tengah teman ku yanh sudah berpasangan.
Mungkin menurut oranglain aku lebay, tapi percayalah, jika kamu pernah berada di posisi ku, kamu juga pasti akan merasakan rasa sedih nya.
Untung saja, niat ku tidak ku lakukan, akhirnya aku menguatkan diri dan meyakinkan diri sendiri untuk pergi.
Hasilnya, memang tidak semenyedihkan yang aku bayangkan, tapi tetap saja pertanyaan orang-orang tentang "mana pasanganmu ?" cukup membuat aku menundukkan kepala dan tersenyum, hanya tersenyum.
Dan, akhirnya. Hari ini aku lewati, mungkin aku bisa sedikit tenang, tapi ketakutan dan rasa sedih itu akan terus menghantui ku.
Saat semua orang seumuran mu sudah mempunyai pasangan, dan kamu sendiri belum, itu sedih.
Saat semua orang sudah sibu merencanakan pernikahan, sedangkan kamu baru mau mencari seseorang yang bisa di ajak untuk menikah, itu sedih.
Saat status bbm dan bio twitter teman mu bertuliskan nama seseorang, dan kamu hanya kata "available", itu sedih.
Saat terbangun di pagi hari dan mendapati tak ada pesan masuk ataupun telpon berdering dari seseorang yang merindukan mu, itu sedih.
Saat saat saat, semua itu menyedihkan.
Mungkin, ini lah alasan orang yang belum punya pacar atau belu menikah lebih sering menutup diri ataupun berdiam diri di kamar, karena pertanyaan "kapan nikah ?" Dan "pacarmu mana ?" Itu menyakitkan.

Untuk perempuan yang membenciku



Untuk perempuan yang membenci ku.
Apa kabarmu ?
Sudah lama sekali kita tidak bertemu, atau memang kita saling menghindari pertemuan itu, atau kau yang benar-benar tidak ingin bertemu dengan ku ?

Bagaimana hubungan mu dengan kekasih mu itu ? masih kah ?
Ahh,, aku hanya berbasa-basi saja menanyakan nya.
Karena aku tau, kalian sudah lama tidak bersama, bukan ?

Aku kira kamu dan kekasihmu itu akan berjalan lama, akan berjodoh dan berakhir di sebuah pelaminan , dengan aku sebagai tamunya yang akan menyalami mu dan melihat senyum puas penuh kemenangan mu.
Oh iya, aku seharusnya tidak boleh berbicara demikian, karena kita tidak tahu rencana tuhan, kan ?
Kamu pasti mau berbicara seperti itu, kan.
Tapi, pernah kah kamu juga berpikir demikian, kemarin ?
Saat aku mengetahui bahwa kau yang menjadi wanita pilihan lelaki yang aku cintai, dulu.
Ahh, mungkin saja kamu juga berpikiran sama dengan ku, hanya aku saja yang berpikiran buruk tentangmu.

Aku tidak membencimu hanya karena kamu yang sebutan nya sebagai “teman” ku menjalin hubungan dengan mantan kekasih ku. Tidak, aku tidak seperti itu.
Aku hanya tidak menyukai caramu. Kamu yang begitu melarang ku dan mantan kekasih ku itu kembali menjadi teman, memulihkan kembali keadaan yang rusak akibat rasa yang di sebut cinta.
Bahkan, untuk saling bertegur sapa pun, sepertinya kau tidak mengizinkan.
Sebegitu khawatirkah kamu, jika aku akan merebut kembali dia darimu ? sebegitu tidak percayakah kamu dengan nya, hingga kamu membatasi pergaulan nya ?

Bagaimana kita yang dulu dekat menjadi saling menjauh hanya karena urusan cinta ini.
Bagaimana tidak suka nya kamu ketika ada nama ku hadir dalam hidup nya, ada dalam notifikasi hp nya.
Bagaimana kamu yang seperti dengan sengaja memposting foto mesra kalian di sosial media.
Apa yang kamu ceritakan pada teman-temanmu, hingga mereka memberikan tatapan tidak suka kepada ku ?
Saat itu, apa kau tidak pernah berpikir bahwa kalian juga bisa berakhir ? kau juga bisa berada di posisi yang sama dengan ku ?
Tidak punya kah kau sedikit empati pada perempuan yang masih dalam tahap belajar menerima dan merelakan ini ?

Kini, keadaan berubah. Kau berpisah dengan nya. Aku tahu, sekarang dia sudah kembali pada wanita yang aku tahu sangat dicintainya, wanita yang sudah pasti aku relakan jika dulu dia kembali pada nya bukan bersama dengan mu.
Bahkan aku dan dia sekarang kembali menjadi teman, kembali bisa berkomunikasi dengan baik seperti sebelum kami menjalin hubungan, apa kau tahu ?
Maaf, aku tidak sedang tertawa diatas kesedihan mu. Tapi, rasanya aku tidak punya rasa empati lagi dengan mu. Mungkin, aku dendam.
Bagaimana, adakah sedikit rasa penyesalan mu karena sudah dengan begitu tega nya mencoreng arti kata “teman” diantara kita ?
Bahkan sekarang, mungkin sulit untuk kita memperbaiki hubungan kita kembali. Aku sepertinya tidak mau lagi memberikan mu julukan sebagai seorang “teman” . mungkin kau juga demikian.

Untuk perempuan yang membenciku.
Aku hanya kehilangan satu. Sedangkan kau, kau kehilangan dua.